Chocolate Truffles
Olla bloggies!
Sorry I've abandoned this blog for a while. This week, I did have a lot of new things. Kayak semester baru, kelas baru, temen baru, suasana baru, semangat baru, dan... kecengan baru(?). Haha
Oh! you may see some changes in this blog! Tebak apaan?
Ehem. Template blog ini juga baru loh yaaaaay!! *garing*
Yah, banyak hal yang saya alami selama seminggu ini yang bikin persediaan mood booster saya makin tipis. Mulai dari persiapan ulang tahun sekolah sama temen-temen baru yang bikin kepala botak saking judeknya. Dih. Itu ngeselin banget! Abis entah kenapa temen-temen yang terlibat tuh agak susah di koordinasi deh. Tapi meski bikin pusing, nggak mencoba menyangkal, kelas baru saya ini asik banget. *halah*
Yang kedua tuh cerita tentang rasanya ditinggal orang tua pergi dinas yang akhirnya memaksa saya berduaan di rumah gede sama kakak cowok saya. Ini nih yang paling menyiksa! Masalahnya kakak saya itu jorok banget(s)! Mana rumah saya jadi berasa harem penuh dengan cowok-cowok bergelimpangan di sana-sini. Ish, sumpah bikin bad mood. Dan yang paling bikin ngeselin setengah jongkok, ibu saya ngasih uang penunjang kehidupannya ke kakak cowok saya. FAAAAKKK! Terancam menggembel sampe minggu depan nih.
Naaah, yang terakhir atau yang paling nggak penting, tentang bagaimana Sora-senpai telah resmi menjadi kecengan saya. YAY! Cuma kecengan sih. Abis saya nggak niat ngerebut suami orang. Saya kan anak baik... :'D
Old Stuff
Main character; Hajime Kurohiko, Haruki Akihiko
Noise
from silent
.
Haruki,
laki-laki berambut perak yang sekarang ini sedang bergelung malas di sisi
ranjang berseprai putih tulang, tahu begitu Hajime masuk ke dalam kamar
pribadinya; dari pelukkan di punggung secara tiba-tiba atau gumaman nama depan yang
di lagukan dengan nada datar khas saja ia sudah tahu walaupun tanpa melihat
mata tegas yang membingkai manik biru bening milik 'kekasih'nya itu. Dan benar saja, sesaat kemudian Hajime muncul di
ambang pintu kamarnya.
Hajime,
the crown prince, terlihat tidak
memakai sepatu bot hitam tebal miliknya namun rambut gelapnya masih tertata
rapi seperti saat menghadiri pesta pora kerajaan yang dihadirinya sore tadi. Bersama sang calon crown princess, Miho.
Membayangkan Hajime dalam pelukan gadis itu saja membuat Haruki mengejang.
Hajime, yang merupakan pewaris tunggal kerajaan Kurohiko, harus menghadiri
pesta dansa seperti ini bersama tunangannya, gadis yang di rencanakan akan
mendampingi pemuda itu 2-3 tahun ke depan. Dan meski berusaha keras, tetap
saja, Haruki cemburu.
Tapi Hajime, dia disini.
Haruki
mengusap rambut peraknya dengan wajah gugup. Derap langkah kaki Hajime
terdengar begitu jelas seirama dengan detak jantungnya. 15 tahun tumbuh bersama
Hajime tidak serta-merta bisa membuat Haruki terbiasa dengan keberadaan
laki-laki itu disisinya. Hajime sedikit menjauh akhir-akhir ini. Hal itu
tampaknya sedikit berpengaruh atas suasana canggung yang tercipta.
Sambil
membuka kancing bagian atas kemejanya, Hajime memandangi mata turquoise Haruki.
"Hai."
"Hajime…"
Baru
saja Haruki ingin menyapa, tapi gerakkan Hajime yang memojokkannya tiba-tiba membuat
Haruki membeku. Aroma tubuh Hajime menyeruak ke indra penciumannya membuatnya
terlena akan wanginya.
Dalam
sekelebat pandangannya yang terakhir, sebelum ia memejamkan matanya, Haruki
melihat Hajime yang mendekatkan kepalanya tepat ke wajahnya. Ia tidak memiliki
keberanian untuk melihat apa yang selanjutnya terjadi. Karena ia mengerti. Hajime
akan menciumnya. Tepat di bibir. Rasanya sepeti mengabaikan sinar matahari
tropis. Terlalu panas untuk dilewatkan. Dan saat lidah laki-laki itu menyesak
berusaha memasuki bibir Haruki, ada sedikit bau mint di salivanya terasa
bagaikan sebuah pesta pora musim panas yang dulu sering mereka datangi bersama.
Sebelum ada Miho tentu saja. Tapi Haruki tidak begitu merisaukan hal itu.
Karena ia tahu, Hajime pasti akan datang ke pelukkannya.
Sisa
kemeja terlepas, dan ia berada dalam dekapan Hajime. Ia sedikit meringis kala
tangan Hajime yang sedikit terasa beku mulai meraba dada bidangnya. Kalau
Hajime ada disini, memeluknya, bukan masalah apa pun konsekuensi yang dihadapi
Haruki. Yang terpenting adalah mereka.
Hajime akan selalu memilihku. Bukan
gadis itu. Bukan Miho…
-
-
Ketika
Hajime terbangun, ia memandangi Haruki yang tidur dengan nyenyak. Sinar
cemerlang sang mentari menyusup ke dalam ruangan melewati gorden kasa dan
sutra. Menyisakan titik-titik kuning di selimut hitam yang di kenakannya. Ia
mendesah pelan.
Entah
apa yang harus ia lakukan saat ini jika ia harus kehilangan Haruki.
Kadang-kadang ia merasa Haruki-lah yang membuatnya bertahan dalam belitan tugas
yang diembannya untuk kerajaan belakangan. Ia tidak akan bisa terlihat lemah di
depan laki-laki yang ia cintai ini. Ia harus kuat. Demi mereka berdua.
Tampak
olehnya samar-samar bekas luka yang terpatri cemerlang di leher dan bibir
Haruki, bekas gigitannya semalam. Haruki memang tidak mengeluh, tapi hal itu
sedikit mengusik Hajime. Ia menelusuri bahu Haruki dengan ujung-ujung jarinya
yang panjang, dan Haruki perlahan bergerak mendekat.
Aku tidak ingin melukainya.
"Kelihatannya
kau banyak pikiran," ucap Haruki sambil mengerjapkan mata hijaunya yang
berpendar dalam kegelapan kamar. Peluh di dahi laki-laki itu terlihat bagaikan
keping-keping kristal cantik di mata Hajime. Sungguh rasanya Hajime ingin
memalingkan wajahnya dari tatapan itu. Karena kalau tidak, sebentar lagi ia
pasti akan terlena.
"Tidak.
Hanya sedang melamun."
Kening
Haruki sedikit berkerut seakan tidak terlalu percaya akan jawaban Hajime. Hajime
melingkarkan kedua lengannya ke badan Haruki supaya ia bisa menyusupkan jemari
ke rambut laki-laki itu. Ia mengingatkan dirinya sendiri untuk berhati-hati dan
menurunkan sedikit kekuatannya, agar tidak menyakiti Haruki.
"Cinta
kau…" bisik Hajime sembari menundukkan kepalanya. "Kau ada disini,
ya, aku akan baik-baik saja."
"Eh?"
"Katakan
padaku, bahwa kau mencintaiku juga."
Haruki
menempelkan bibirnya ke bibir Hajime. Menyapukan sedikit saliva hangat di bibir
Hajime. Dan setelah menarik kepalanya kembali, ia berbisik, "Tidak akan,
Hajime-kun."
"Katakan…"
Haruki
sedikit mengerucutkan bibirnya kesal. "Aku tidak mencintaimu…" Namun
pipinya memerah. Hajime hampir saja akan tertawa kalau dia tidak buru-buru
menahannya, ingin tahu reaksi pasangannya itu. "Benarkah? Kurasa semalam
aku berjanji pada Miho untuk menemuinya di Western
Palace pagi ini. Kau tahu di mana kemejaku, Haru-chan?"
Mata
hijau itu membulat.
"J-jangan
pergi! Iya, aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Puas kau?"
Hajime
tidak pernah merasakan euforia seperti ini sebelumnya. Ia peluk tubuh laki-laki
itu, melepaskan semua pikiran yang membuat penat otaknya sejak seminggu yang
lalu.
Cukup.
Cukup hanya dengan Haruki yang mencintainya, rasanya seluruh dunia pun berada
dalam genggamannya. Ia tersenyum puas. Entah sejak kapan Haruki telah menjadi
alasannya untuk tetap hidup di dunia ini.
Mereka
sama. Tapi itulah yang membuatnya bahagia.
"Tsundere na, Haruki-chan."
"Urusai!"
Dan
detik ini. Hajime tahu, kisah mereka dimulai.
The End?
-------------------
PFFFTTT! Ini fiction saya yang lama banguets. Haha. Abal tu de max juga. Dan entah kenapa endingnya itu gaje banget. Karakterisasi jangan ditanyakan. Super ga jelas dan nyrempet Gary Stu.
Karakter hasil pembicaraan 2 orang fujoshi, Michi dan Uccy. And tara! Muncul lah fic shou-ai pertama saya. Dan kalau sekiranya anda tidak suka homo-things, anggap aja si Haruki itu cewek. Meski maksa banget sih melihat deskribsinya. lol.
Ah, lupakan. Namanya juga Old Stuff. /ngeles
Langganan:
Postingan (Atom)